Saturday, September 7, 2013

KAIZEN

Pendahuluan

KAIZEN secara harfiah diartikan “Penyempurnaan”. Pengertian tersebut memberikan makna yang luas terhadap penerapan KAIZEN dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam penerapan manajerial, KAIZEN sendiri lebih mengarah pada Total Quality Management (TQM), Zero Defects (ZD), Just In-Time (JIT) dan beberapa kegiatan lain yang mengarah pada pengendalian mutu dan pengembangan mutu melalui berbagai penyempurnaan menuju kesempurnaan sistem.
Kaizen adalah filosofi kerja yang diturunkan dari hasil sistem pendidikan dan interaksi sosial budaya Jepang yang mengutamakan keharmonisan dan kegiatan bersama. Dampak langsung dari Kaizen adalah produk Jepang yang mencirikan, yang disempurnakan secara berkesinambungan sehingga produk makin lama makin baik kualitasnya dan makin murah harganya.
Konsep Kaizen diartikan sebagai perbaikan terus-menerus dengan 5 (lima) pondasinya, yaitu aktivitas kelompok, kedisiplinan, pengembangan moral, kendali mutu dan saran untuk perbaikan yang berasal dari semua pihak terkait. Prinsip Kaizen yang tercermin dari elemen kuncinya yaitu kualitas, usaha, keterlibatan semua pihak, kemauan untuk berubah dan komunikasi yang dilaksanakan melalui siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act) dan SDCA (Standardize, Do, Check, Act) [1-2].
Konsep Utama KAIZEN sendiri terdiri dari beberapa hal yaitu antara lain adalah Kaizen dan strategi manajerial, Orientasi Proses melawan orientasi Hasil, mengikuti siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) dalam operasional, mengutamakan kualitas, berbicara dengan data akurat, serta proses berikutnya berorientasi pada pelanggan.
Konsep Kaizen dan Strategi Manajerial di dalam KAIZEN menjelaskan bagaimana sebuah manajemen dalam menjalankan organisasi selalu berorientasi pada perawatan dan pengembangan. Top management memiliki kewenangan bekerja dalam ranah pengembangan yang lebih besar daripada level manajemen di bawahnya, begitu pula sebaliknya, para pekerja memiliki kewenangan bekerja dalam ranah perawatan yang lebih besar daripada level top management.
Konsep Kaizen lebih diarahkan pada penerapan orientasi proses yang mengevaluasi hasil daripada pekerjaan yang hanya berorientasi pada hasil. Konsep ini menjadi dasar dalam “penyempurnaan-penyempurnaan” yang dilakukan oleh manajemen dalam mengaplikasikan KAIZEN.
Konsep PDCA (Plan-Do-Check-Act) merupakan konsep inti dari Quality Assessment di dalam organisasi. Konsep ini merupakan kesinambungan konsep yang berlaku dalam menjalankan organisasi sehingga diharapkan dapat tercapai penyempurnaan sistem yang lebih baik dari sebelumnya. KAIZEN menempatkan kualitas sebagai landasan utama dalam proses produksi suatu organisasi dan juga menjadikan KAIZEN sebagai sebuah landasan berpikir dan bertindak agar tercipta hasil yang berkualitas. Kualitas produk yang prima memberikan multiplier terhadap budaya organisasi sehingga manajemen akan berupaya untuk menjaga kualitas produk tetap prima dan sesuai dengan standar yang berlaku [3].

Gambar 1: Siklus PDCA

Keputusan-keputusan dalam KAIZEN harus diambil berdasarkan data yang akurat dan valid agar dapat meminimalkan risiko yang diambil dalam pengambilan keputusan. selain itu, konsep terakhir adalah orientasi pada konsumen menjadi sangat penting. Hal ini mengingat kegiatan yang dilaksanakan oleh jajaran manajerial juga berdampak pada konsumen sebagai faktor eksternal yang sangat berperan terhadap jalannya organisasi.
Dalam dunia bisnis, praktek Kaizen telah berhasil meningkatkan soft skill karyawan yang meliputi: peka terhadap permasalahan, disiplin diri, mampu bekerja sama, mampu berkomunikasi, mampu beradaptasi, serta mampu berfikir kritis & analitis. Pelaksanaan konsep ini juga berdampak sangat baik pada perkembangan kewirausahaan di Jepang. Dalam penerapannya di dunia Industri Jepang, kaizen dirasa sangat efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi pasca perang dunia II yaitu pelaksanaannya cepat dan mudah, dampak yang besar langsung pada inti permasalahan, hasil yang dapat langsung dirasakan, perubahan kecil yang bertahap (tidak radikal), menggunakan SDM yang ada, fokus pada isu-isu utama, serta mengutamakan kerjasama kelompok.



Aplikasi penerapan KAIZEN pada industry
Salah satu industri besar yang menerapkan sistem kaizen adalah Toyota Motor Corporation. Toyota Motor Corporation didirikan oleh Sakichi Toyoda pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik Tenun Otomatis Toyota. Berangkat dari industri tekstil, Toyota menancapkan diri sebagai salah satu pabrikan otomotif yang cukup terkemuka di seluruh dunia dengan kecepatan produksi 1 mobil tiap 6 detik. Keberhasilan Toyota ini mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang dilakukan oleh Toyota. Hampir seluruh perusahaan otomotif terkemuka ikut mengaplikasikan sistem industri manufaktur Toyota atau yang lebih dikenal dengan istilah Toyota Way. Selain itu, perusahaan-perusahaan besar dari luar otomotif pun mulai menggunakan sistem Toyota. Tak kurang dari Hewlett and Packard, IBM, Motorola, Toshiba, Canon, dan masih banyak lagi pada akhirnya dapat merasakan dampak positif dari implementasi Toyota Way ataupun Toyota Production System. Banyak pakar manajemen dan industri manufaktur percaya bahwa dunia usaha dewasa ini sedang mencoba mengimplementasikan system radikal Toyota untuk rnempercepat proses, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan kualitas [4].
The Toyota Way, menjelaskan pendekatan Toyota yang unik ke dalam sistem industri manufakturnya melalui 14 prinsip yang menjiwai budaya kualitas dan obsesi terhadap efisiensi dari Toyota. Toyota menerjemahkan Toyota Way kedalam 14 prinsip yang dikelompokkan dalam empat Pokok Prinsip (Kredo) yang kemudian dikenal dengan istilah 4-P yang terdiri : Philosophy, Process, People and Partners, dan Problem Solving. Kredo tersebut adalah :

Kredo I:
Filosofi Jangka Panjang.
Dalam kredo pertamanya ini, Toyota mempercayai sepenuhnya bahwa kunci sukses mereka yang paling penting adalah kesabaran, menitikberatkan pada hasil jangka panjang dibandingkan hasil jangka pendek, reinvestasi pada aset manusia, produk, dan fasilitas produksi serta komitmen yang tidak bisa ditawar lagi pada kualitas.
Kredo II :
Proses yang tepat untuk hasil yang tepat.
Kredo ini menitikberatkan prinsip Toyota pada sistem produksinya yang kemudian dikenal dengan istilah Toyota Production System atau Just in Time. Inti dari prinsip ini adalah bagaimana menghilangkan pemborosan pada setiap elemen yang terlibat dalam proses produksi Toyota.
Kredo III :
Menambah nilai organisasi dengan mengembangkan personel dan mitra kerja.
Toyota Way menggambarkan bagaimana Toyora memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan SDM di lingkungannya dan hubungan kerjasama jangka panjang dengan seluruh mitranya. Disini, Toyota mempunyai tiga prinsip, yaitu: memgembangkan pemimpin, karyawan dan jaringan atau pemasok.
Kredo IV:
Menyelesaikan akar permasalahan secara terus-menerus untuk mendorong pembelajaran organisasi.

Kredo ini menunjukkan bagaimana Toyota memberikan guidance pada pengambilan keputusan, dasar yang digunakan, serta komitmen menjadi sebuah learning organization yang selalu berjuang untuk selalu lebih baik sepanjang waktu. Konsep ini dikenal dengan islitah Kaizen atau Continuous Improvement. Imai (1994) [5], menyampaikan bahwa Kaizen telah tumbuh menjadi suatu standard mutu yang diakui oleh banyak lembaga sertifikasi mutu internasional termasuk International Standard Organization (ISO).
Di Toyota, Kaizen dimaksudkan sebagai proses perjuangan “sedaya upaya” untuk selalu mencapai golden rules yang mereka miliki yaitu menghilangkan semua pemborosan yang ada, dan Kaizen diwujudkan dalam budaya organisasinya. Kira-kira dapat dianalogikan bahwa menghilangkan pemborosan adalah suatu “value” tertinggi yang ingin dicapai oleh budaya organisasi dan setiap insan Toyota. Jika pada akhirnya pemborosan tidak dapat 100% dihilangkan dan penggunaan kapasitas optimal pun tidak dapat dicapai secara total, TOYOTA masih mewajibkan bagi setiap elemen dalam perusahaan tersebut untuk berusaha untuk sedekat mungkin dengan “nilai” tersebut. 

Ringkasan Eksekutif dari 14 Prinsip TOYOTA WAY
Sebagaimana diketahui bahwa Toyota tetep setia bertengger di papan teratas sebagai leader di dunia manufaktur. Dengan TOYOTA WAY-nya, tak dipungkiri telah banyak membuka wawasan kita tentang pentingnya continuous improvement dan respect to people sebagai dua pilar utama sistem manufaktur modern. So, untuk mempermudah refreshing, saya tuliskan ulang Ringkasan Eksekutif 14 Prinsip Toyota Way yang dikutip dari buku The Toyota Way karya monumental Prof. Jeffrey K. Liker.

BAGIAN I
FILOSOFI JANGKA PANJANG
Prinsip 1.
Ambil keputusan manajerial Anda berdasarkan filosofi jangka panjang, meskipun mengorbankan sasaran keuangan jangka pendek.
  • Miliki misi filosofis yang menggantikan pengambilan keputusan jangka pendek. Bekerja, tumbuh, dan selaraskan seluruh organiasasi untuk mencapai sasaran bersama yang lebih besar dari sekedar menghasilkan uang. Pahami tempat Anda dalam sejarah perusahaan dan bekerja untuk membawa perusahaan ke tingkat yang lebih tinggi. Misi filosofis Anda merupakan dasar bagi semua prinsip-prinsip lainnya.
  • Ciptakan nilai bagi pelanggan, masyarakat, dan perekonomian–ini adalah titik awal Anda. Evaluasi kemampuan setiap fungsi dalam perusahaan untuk meraih hal ini.
  • Bertanggung jawablah. Usahakan memutuskan nasib Anda sendiri. Bertindak secara mandiri dan percaya pada kemampuan Anda sendiri. Terima tanggung jawab atas tindakan Anda dan pelihara dan tingkatkan keterampilan yang memungkinkan Anda menambah nilai.


BAGIAN II
PROSES YANG BENAR AKAN MEMBERIKAN HASIL YANG BENAR
Prinsip 2.
Ciptakan proses yang mengalir secara kontinu ntuk mengangkat permasalahan ke permukaan.

  • Desain ulang proses kerja agar mengalir secara kontinu dan memberi nilai tambah yang tinggi. Usahakan untuk menghilangkan waktu kosong (idle) dalam setiap proses kerja atau menunggu seseorang untuk mengerjakannya.
  • Ciptakan aliran untuk menggerakkan material dan informasi dengan cepat serta mengaitkan proses dan orang agar menjadi satu kesatuan sehingga masalah dapat segera diangkat ke permukaan.
  • Buat proses yang mengalir menjadi kenyataan sebagai bagian budaya organisasi Anda. Ini adalah kunci untuk peningkatan berkesinambungan yang sebenar-benarnya dan untuk pengembangan karyawan.


Prinsip 3.
Gunakan sistem “tarik” untuk menghindari produksi berlebih.
  • Beri pelanggan pada proses berikutnya dalam proses produksi dengan apa yang mereka inginkan, pada saat yang mereka inginkan, dan dalam jumlah yang mereka inginkan. Pengisian kembali material yang dipicu oleh pemakaian adalah prinsip Just-in Time.
  • Minimalkan barang dalam proses (WIP) Anda dan gudang persediaan dengan menyimpan sejumlah kecil dari masing-masing produk dan dengan sering mengisi ulang berdasarkan apa yang benar-benar diambil oleh pelanggan.
  • Tanggap terhadap pergeseran permintaan pelanggan dari hari ke hari daripada bergantung pada skedul komputer dan sistem untuk menelusuri persediaan yang mubazir.

Prinsip 4.
Ratakan beban kerja (heijunka). (Bekerjalah seperti kura-kura dan tidak seperti kelinci).
  • Menghilangkan pemborosan hanya merupakan sepertiga dari persamaan untuk membuat lean berhasil. Menghilangkan kelebihan beban dari orang dan peralatan dan menghilangkan ketidakrataan dalam jadwal produksi juga sama pentingnya-tapi hal ini biasanya tidak dipahami oleh perusahaan-perusahaan yang berusaha untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip lean.
  • Bekerja untuk meratakan beban kerja dari semua proses manufaktur dan jasa sebagai cara alternatif dari pendekatan berhenti atau jalan dalam mengerjakan proyek dalam batch yang umumnya masih terjadi di sebagian besar perusahaan.

Prinsip 5.
Bangun budaya berhenti untuk memperbaiki masalah dan untuk memperoleh kualitas yang baik sejak awal.
  • Kualitas bagi pelanggan menentukan value proposition Anda.
  • Gunakan semua metode modern yang ada untuk penjaminan kualitas.
  • Bangun kemampuan untuk mendeteksi masalah dan untuk menghentikan dirinya sendiri ke dalam peralatan Anda. Kembangkan sistem visual untuk mengingatkan tim atau pemimpin tim bahwa ada mesin atau proses yang memerlukan bantuan. Jidoka (mesin dengan intelegensi manusia) merupakan fondasi dalam “membangun”kualitas.
  • Bangun sistem pendukung dalam organisasi Anda untuk menyelesaikan masalah dengan cepat dan melaksanakan penanggulangannya.
  • Bangun ke dalam budaya Anda filosofi untuk menghentikan atau memperlambat untuk memperoleh kualitas yang benar sejak awal dalam rangka meningkatkan produktivitas dalam jangka panjang.

Prinsip 6.
Standar kerja merupakan fondasi dari peningkatan berkesinambungan dan pemberdayaan karyawan.
  • Gunakan metode berulang yang stabil di manapun untuk mempertahankan kesamaan, keteraturan waktu, dan keteraturan hasil proses Anda. Ini merupakan fondasi proses mengalir dan sistem tarik.
  • Tangkap pembelajaran mengenai suatu proses yang terakumulasi hingga titik tertentu dengan menstandarisasikan praktik terbaik saat ini. Perbolehkan ekspresi dan kreativitas individual untuk meningkatkan standar tersebut, kemudian masukkan hal tersebut ke dalam standar baru sehingga ketika seseorang pindah, anda dapat menyerahkan pembelajaran ke orang berikutnya.

Prinsip 7.
Gunakan pengendalian visual agar tidak ada masalah tersembunyi.

  • Gunakan indikator visual yang sederhana untuk membantu orang menentukan dengan segera apakah mereka masih berada dalam standar atau sudah menyimpang dari standar tersebut.
  • Hindari penggunaan layar komputer jika hal itu mengalihkan perhatian pekerja dari tempat kerjanya.
  • Rancang sistem visual yang sederhana di tempat di mana pekerjaan dilakukan, untuk mendukung proses mengalir dan sistem tarik.
  • Kurangi laporan Anda hingga menjadi satu lembar kertas jika memungkinkan, sekalipun untuk keputusan finansial Anda yang paling penting.

Prinsip 8.
Gunakan hanya teknologi handal yang sudah benar-benar teruji untuk membantu orang-orang dan proses Anda.
  • Gunakan teknologi untuk membantu orang, bukan untuk menggatikan orang. Seringkali yang terbaik adalah memperbaiki suatu proses secara manual sebelum menambahkan teknologi untuk mendukung proses.
  • Teknologi baru sering kali tidak dapat diandalkan dan sulit distandarisasi dan oleh karena itu membahayakan “proses mengalir”. Sebuah proses yang telah terbukti pada umumnya harus diutamakan dari teknologi baru yang belum diuji.
  • Lakukan tes yang sebenarnya sebelum mengadopsi teknologi baru ke dalam proses bisnis, sistem manufaktur, atau produk.
  • Tolak atau modifikasi teknologi yang bertentangan dengan budaya Anda atau yang mungkin mengganggu stabilitas, keandalan, dan prediktabilitas.
  • Meskipun demikian, dorong orang-orang Anda untuk mempertimbangkan teknologi baru ketika mencari pendekatan baru dalam pekerjaan mereka. Implementasikan dengan cepat teknologi yang telah benar-benar dipertimbangkan jika telah dibuktikan melalui percobaan dan dapat meningkatkan aliran dalam proses Anda.


BAGIAN III
MENAMBAH NILAI UNTUK ORGANISASI DENGAN MENGEMBANGKAN ORANG DAN MITRA KERJA ANDA

Prinsip 9.
Kembangkan pemimpin yang benar-benar memahami pekerjaannya, menjiwai filosofi, dan mengajarkannya kepada orang lain.
  • Kembangkan pemimpin dari dalam organisasi, dan bukan membeli mereka dari luar organisasi.
  • Jangan memandang pekerjaan seorang pemimpin hanya sekedar menyelesaikan tugas dan memiliki keterampilan mengelola orang. Pemimpin harus menjadi panutan dalam filosofi perusahaan dan cara melakukan bisnis.
  • Seorang pemimpin yang baik harus memahami pekerjaan sehari-hari secara detil sehingga dia dapat menjadi guru terbaik untuk filosofi perusahaan Anda.

Prinsip 10.
Kembangkan orang dan kelompok yang memiliki kemampuan istimewa, yang menganut filosofi perusahaan Anda.
  • Ciptakan budaya yang kuat dan stabil di mana nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan perusahaan dianut dan dijiwai selama periode bertahun-tahun.
  • Latih individu dan kelompok yang memiliki kemampuan istimewa untuk bekerja sesuai dengan filosofi perusahaan, untuk mencapai hasil yang luar biasa. Bekerja dengan sangat keras untuk menanamkan budaya secara terus-menerus.
  • Gunakan tim lintas-fungsi untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas serta meningkatkan aliran proses dengan menyelesaikan masalah teknis yang sulit. Pemberdayaan muncul ketika orang menggunakan alat-alat untuk meningkatkan perusahaan.
  • Upayakan terus-menerus untuk mengajarkan individu bagaimana bekerja sama sebagai kelompok untuk mencapai sasaran bersama. Kerjasama kelompok merupakan sesuatu yang harus dipelajari.

Prinsip 11.
Hormati jaringan mitra dan pemasok Anda dengan memberi tantangan dan membantu mereka melakukan peningkatan.
  • Hormati mitra dan pemasok Anda dan perlakukan mereka seakan-akan perpanjangan dari bisnis Anda.
  • Beri tantangan pada mitra bisnis Anda agar tumbuh dan berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa Anda menghargai mereka. tetapkan target yang menantang dan bantulah mitra Anda mencapainya.


BAGIAN IV
MENYELESAIKAN AKAR PERMASALAHAN SECARA TERUS-MENERUS UNTUK MENDORONG PEMBELAJARAN ORGANISASI

Prinsip 12.
Pergi dan lihat sendiri untuk memahami situasi sebenarnya (genchi genbutsu).
  • Selesaikan masalah dan tingkatkan proses dengan datang ke sumber permasalahan dan secara pribadi mengamati dan meverifikasi data dan bukan hanya berteori berdasarkan apa yang dikatakan orang lain atau yang ditunjukkan di layar komputer.
  • Berpikirlah dan berbicaralah berdsarkan data yang telah Anda veifikasi sendiri.
  • Bahkan para manajer dan eksekutif tingkat tinggi harus pergi dan melihat sendiri masalah yang ada sehingga mereka akan memiliki lebih dari sekedar pemahaman yang dangkal terhadap situasi.

Prinsip 13.
Buat keputusan secara perlahan-lahan melalui konsensus, pertimbangkan semua pilihan dengan seksama, kemudian implementasikan keputusan itu dengan sangat cepat.
  • Jangan mengambil satu arah tunggal saja dan menjalankan yang satu itu saja sebelum Anda mempertimbangkan seluruh alternatif dengan seksama. Setelah Anda memilih, jalankan dengan cepat tapi hati-hati.
  • Nemawashi adalah proses untuk membahas masalah dan potensi solusinya dengan semua pihak yang terkena dampak oleh masalah tersebut, untuk mengumpulkan ide-ide dari mereka, dan untuk mendapatkan persetujuan mengenai langkah mana yang perlu diambil. Proses konsensus ini, meskipun menghabiskan banyak waktu, membantu memperluas pencarian solusi, dan karena keputusan telah diambil, kondisi telah siap untuk diimplementasikan dengan cepat.

Prinsip 14.
Menjadi suatu organisasi pembelajar melalui refleksi diri tanpa kompromi (hansei) dan peningkatan berkesinambungan (kaizen).
  • Setelah Anda mendapatkan proses yang stabil, gunakan alat-alat peningkatan berkesinambungan untuk mencari akan penyebab inefisiensi dan terapkan cara penanggulangan dengan efektif.
  • Rancang proses yang hampir tidak memerlukan persediaan. Hal ini akan membuat waktu dan sumber daya yang disia-siakan menjadi kelihatan jelas bagi semua orang. Ketika pemborosan terlihat, biarkan karyawan menggunakanproses peningkatan berkesinambungan (kaizen) untuk menghilangkannya.
  • Lindungi pengetahuan dasar organisasi dengan mengembangkan personil tetap, promosi secara perlahan, dan sistem suksesi yang sangat hati-hati.
  • Gunakan hansei (refleksi diri) pada tahap-tahap penting dan setelah Anda menyelesaikan suatu proyek untuk secara terbuka mengidentifikasikan semua kelemahan dari proyek itu. Kembangkan jalan keluar untuk menghindari kesalahan yang sama.
  • Belajar dengan menstandarisasikan praktik-praktik terbaik dan bukan hanya menemukan ulang hal yang sama dengan setiap proyek baru dan setiap manajer baru. [4].

Konsep dan tahapan proses penerapan Kai-Zen
Dalam Bahasa Jepang, kaizen  berarti perbaikan yang berkesinambungan. Pada  Wikipedia diistilahkan sebagai perbaikan berkelanjutan (Continuous improvement). Istilah itu mencakup pengertian perbaikan yang melibatkan semua orang, baik manajer dan karyawan, dan melibatkan biaya dalam jumlah tidak seberapa. Kaizen (改善) terdiri dari dua kanji yakni (kai) artinya 改める perubahan dan (zen) artinya 良い (yoi) kebaikan. Dalam bahasa china disebut gaishan (改善) , gai ()artinya perubahan atau tindakan perbaikan shan ()artinya baik atau keuntungan. Konsep kaizen sangat penting untuk menjelaskan perbedaan antara pandangan Jepang dan pandangan Barat terhadap manajemen. Perbedaan yang paling penting antara konsep manajemen Jepang dan Barat adalah Kaizen Jepang dan cara berpikirnya yang berorientasi pada proses sedangkan cara berpikir Barat tentang pembaharuan yang berorientasi pada hasil [1].
Filsafat kaizen menganggap bahwa cara hidup kita seperti kehidupan kerja atau kehidupan sosial maupun kehidupan rumah tangga hendaknya terfokus pada upaya perbaikan terus menerus. Perbaikan dalam kaizen bersifat kecil dan beransur. Kebalikan dari inovasi, yang dipakai dalam manajemen barat umumnya dan merupakan perubahaan besar-besaran melalui terobosan teknologi, konsep manajemen, atau teknik produksi mutakhir. Kaizen tidak bersifat dramatis dan proses kaizen diterapkan berdasarkan akal sehat dan berbiaya rendah, menjamin kemajuan beransur yang memberikan imbalan hasil dalam jangka panjang. Jadi kaizen merupakan pendekatan dengan risiko rendah [2].
Konsep kaizen dengan jelas perbedaan antara pandangan Jepang dan pandangan Barat terhadap manajemen. Perbedaan yang paling penting antara konsep manajemen Jepang dan Barat adalah cara berpikir, dimana Kaizen Jepang lebih berorientasi pada proses, sedangkan cara berpikir Barat tentang pembaharuan lebih berorientasi pada hasil [7].
Filsafat kaizen menganggap bahwa cara hidup kita termasuk dalam kehidupan kerja atau kehidupan sosial maupun kehidupan rumah tangga hendaknya selalu terfokus pada upaya perbaikan secara terus menerus. Perbaikan dalam kaizen bersifat perbaikan kecil dan berlangsung secara berangsur. Berbeda dengan inovasi yang dipakai dalam manajemen Barat, umumnya adalah perubahaan besar-besaran melalui terobosan teknologi, konsep manajemen, atau teknik produksi mutakhir. Kaizen tidak bersifat dramatis dan proses kaizen diterapkan berdasarkan akal sehat dan berbiaya rendah, menjamin kemajuan secara berangsur dengan hasil dalam jangka panjang. Jadi kaizen merupakan pendekatan dengan risiko yang rendah [6]. Aspek penting dalam kaizen adalah mengutamakan proses. Hal ini berlawanan dengan manajemen Barat yang menilai performa karyawan hanya atas dasar hasil yang diperolehnya dan bukan pada usaha mereka [7]. Di bawah ini adalah penjabaran dari perbedaan antara kaizen dan inovasi dilihat dari karakteristiknya, sebagai berikut:
  • Kaizen yang berorientasi pada manajemen, memusatkan perhatiannya pada masalah logistic dan strategis yang terpenting dan memberikan momentum untuk mengejar kemajuan dan moral.
  • Kaizen yang berorientasi pada kelompok, dilaksanakan oleh gugus kendali mutu, kelompok  Jinshu Kanshi (人種監視) untuk manajemen sukarela menggunakan alat statistic untuk memecahkan masalah, menganalisa, melaksanakan dan menetapkan standar atau prosedur baru.
  • Kaizen yang berorientasi pada individu, dimanifestasikan dalam bentuk saran, di mana seseorang harus bekerja lebih pintar bila tidak mau bekerja keras.
Kaizen adalah konsep tunggal dalam manajemen Jepang yang paling penting dan merupakan kunci sukses Jepang dalam persaingan. Jepang selalu berpikir bahwa tidak ada satu hari pun berlalu tanpa adanya suatu tindakan penyempurnaan (Takizakigroup: 2000). Kaizen merupakan alat pemersatu filsafat, system dan alat untuk memecahkan masalah yang dikembangkan di Jepang selama 30 tahun pada suatu perusahaan utnuk berbuat baik lagi. Kaizen dapat dimulai dengan menyadari bahwa setiap perusahaan mempunyai masalah. Kaizen memecahkan masalah dengan membentuk kebudayaan perusahaan di mana setiap orang dapat mengajukan masalahnya dengan bebas [6].


Konsep dan Pondasi dasar pengaplikasian Kai-Zen
Konsep dasar Kai-Zen terdiri atas tiga hal yaitu:
Muda (無駄) diartikan sebagai pengurangan pemborosan atau kesia-siaan.
Istilah lain dari pemborosan atau kesia-siaan adalah “Waste” istilah lainnya adalah “Non Value Added”. Pada penerapan Kai-Zen didalam dunia industr terdapat 7 jenis waste yang perlu dieliminasi yaitu:
  • Kesalahan (Mistakes)
  • Aktivitas yang tidak terkoordinasi (Uncoordinated Activity)
  • Menunggu (Waiting)
  • Terlalu banyak pergerakan (Motion)
  • Proses kerja yang tidak tepat (Inappropriate Processing)
  • Penyimpanan yang berlebihan (Stock/Inventory)
  • Transportasi (Transport)
Mura () diartikan sebagai pengurangan perbedaan.
Mura didefinisikan sebagai ketidakrataan, kurangnya stabilitas dan aliran. Ketidakrataan ini mendorong penciptaan Muda dan 7 waste (kegiatan non-value added) dan harus ditangani melalui penerapan prinsip-prinsip Just in Time (JIT).
Muri (無理) diartikan sebagai pengurangan ketegangan.

To Be Continue........ Referensi :
  1. Imai, M. (1986), kaizen: The Key to Japanese Competitive Success, McGraw-Hill, New York, NY.
  2. Brunet, A.P. (20030, Kaizen in Japan : An empirical study, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 23 No. 12, 2003, pp.1426-1446.
  3. http://widytaurus.wordpress.com/2007/12/11/kaizen/
  4. Liker, Jeffrey K. (2006), The Toyota Way, McGraw-Hill International
  5. Imai, Masaaki. 2008. The Kaizen Power. Yogyakarta.
  6. Handayani, R,. ”Nilai Pemikiran Suzuki Shosan dan Ishida Baigan dalam Gemba-Kaizen sebagai Pendekatan Akal Sehat berbiaya Rendah pada Manajemen Jepang. Jurnal Nihon Gakushuu, 1.2005. pp.5.
  7. Imai, M. “Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada Manajemen”, CV Taruna Grafica, Jakarta, 1998, pp.11.
  8. Imai, Masaaki. 1998. Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada Manajemen. Jakarta: CV Taruna Grafica, 1998. pp.18.




1 comment:

  1. Betul sekali mas, saya sangat setuju dengan prinsip kaizen karena selalu berusaha untuk berubah kearah yang lebih baik. Silahkan mampir di blog saya ResanArts, karena kebetulan saya baru saja menulis tentang ResanArts-5S sebagai cerminan budaya Kaizen semoga bisa bertukar fikiran.

    ReplyDelete