Friday, February 21, 2014

Cara memurnikan Ethanol

Bio-ethanol dengan kadar antara 95% sampai 99.8%'Bioetanol berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Di Brazil saat ini sudah banyak kendaraan yang menggunakan bahan bakar yang 100% ethanol. Hanya saja tingkat kemurnian yang disyaratkan bagi ethanol untuk bisa dijadikan sebagai bahan bakar alternative adalah tingkat kemurniannya yang harus mencapai 99.5%. Tingkat kemurnian pada angka 99.5% ini adalah persyaratan mutlak untuk menjadikan ethanol sebagai alternative bahan bakar, karena jika berkadar di bawah 90%, mesin tidak bisa menyala karena kandungan airnya yang terlampau tinggi. Etanol dengan kadar kemurnian 95% masih layak dimanfaatkan sebagai bahan bakar motor. Hanya saja, dengan kadar kemurnian itu maka perlu penambahan zat antikorosif pada tangki bahan bakar agar tidak menimbulkan karat dan tentunya hal ini tidak effektif untuk pemakaian dalam jangka waktu lama bagi kendaraan bermotor.
Proses pembuatan ethanol sebenar sudah cukup familiar bagi masyarakat Indonesia, ethanol bisa diperoleh dari proses fermentasi yang dilakukan terhadap tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh subur diindonesia seperti, singkong, nanas, tebu, dan lain sebagainya, ethaonol yang dihasilkan dri proses fermentasi tumbuh tumbuhan ini dinamakan Boi-ethanol. Hanya saja Bio-ethanol yang banyak dihasilkan dari home industry kebanyakan tingkat kemurniannya berkisar dibawah 95%. Oleh karenanya agar bisa memanfaatkan Bio-ethanol agar bisa dijadikan sumber bahan bakar alternative adalah dengan memurnikan bio-ethanol yang diperoleh dari hasil fermentasi tadi. Cara memurnikan bio-ethanol bisa dilakukan dengan dua metode, yaitu metode dan metode kimia dan metode fisika.
Proses pemurnian bio-ethanol dengan metode kimia adalah dengan menggunakan batu gamping. Batu gamping adalah batu yang terbuat dari pengendapan cangkang kerang dan siput, foraminifera atau ganggang. Batu itu berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, cokelat, atau hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan kapur adalah aragonit. Ia merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit. Mineral lainnya siderit, ankarerit, dan magnesit, tapi ketiganya berjumlah sangat sedikit. Batu gamping bersifat higroskopis, artinya mempunyai kemampuan untuk menyerap air, karena itulah ia mampu mengurangi kadar air dalam bio-etanol. Sebelum digunakan sebaiknya batu gamping yang akan digunakan ditumbuk hingga menjadi tepung hal ini dimaksudkan agar penyerapan air bisa lebih cepat. Perbandingannya untuk 7 liter bio-etanol diperlukan 2-3 kg batu gamping, campuran itu didiamkan selama ± 24 jam sambil sesekali diaduk secara merata. Selanjutnya, campuran diuapkan dan diembunkan sehingga menjadi cair kembali dengan kadar kemurnian ethanol yang bisa mencapai lebih dari 99%. Bio-etanol inilah yang nantinya bisa dicampur dengan bensin atau digunakan murni sebagai bahan bakar alternatif. Walaupun prosesnya sangat mudah, tapi penggunaan batu gamping memiliki beberapa kelemahan. Di antaranyaadalah jumlah ethanol yang hilang sangat tinggi, mencapai 30%. Hal ini terjadi karena alkohol itu tidak dapat keluar dan terikat pada pori-pori gamping. Akibatnya ethanol pun hilang mencapai 30%. Motode pemurnian secara kimia sangat praktis diaplikasikan bagi produsen bio-etanol skala rumahan, selain caranya sederhana, biayanya pun relatif murah. 
Alternatif lain dari upaya untuk proses pemurnian bio-ethanol yaitu dengan zeolit sintetis. Proses pemurnian itu menggunakan prinsip penyerapan permukaan. Zeolit adalah mineral yang memiliki pori-pori berukuran sangat kecil. Sampai saat ini ada lebih dari 150 jenis zeolit sintetis. Di alam, zeolit terbentuk dari abu lahar dan materi letusan gunung berapi. Zeolit juga bisa terbentuk dari materi dasar laut yang terkumpul selama ribuan tahun. Zeolit sintetis berbeda dengan zeolit alam. Zeolit sintetis terbentuk setelah melalui rangkaian proses kimia. Namun, baik zeolit sintetis maupun zeolit alam berbahan dasar kelompok alumunium silikat yang terhidrasi logam alkali dan alkali tanah (terutama Na dan Ca). Struktur zeolit berbentuk seperti sarang lebah dan bersifat negatif. Sifat pori-porinya yang negatif bisa dinetralkan dengan penambahan ion positif seperti sodium.

Kedua zeolit itu sama-sama memiliki kemampuan menyerap air. Pada zeolit alam, air yang sudah terserap perlahan-lahan dilepaskan kembali; zeolit sintetis, air akan terikat kuat. Zeolit sintetis yang paling sederhana adalah zeolit A. Artinya, perbandingan antara molekul silika, alumina, dan sodium adalah 1:1:1. 'Untuk pemurnian bio-etanol, sebaiknya digunakan zeolit sintetis 3A, maksudnya zeolit yang berukuran 3 angstrom (1 angstrom = 1,0 x10-10 m). Dibandingkan zeolit alam dan sintetis lainnya, zeolit sintetis 3A memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya ruang terbuka pada pori-porinya mencapai 47% lebih banyak, memiliki kemampuan untuk menukar molekul sodium, dan mampu mengikat air. Zeolit sintetis bisa menyerap dan mengikat air karena partikel air lebih kecil daripada partikel ethanol. Partikel air yang berukuran 3 angstrom akan dapat diserap zeolit. Sedangkan partikel ethanol berukuran lebih besar (4.4 angstrom) tidak bisa diserap oleh zeolite oleh karenanya ketika ethanol 95% dilewatkan pada sebuah tabung berisi zeolit, kadar ethanol bisa meningkat karena kadar airnya diikat oleh zeolit. Proses itu terjadi karena pori-pori zeolit bersifat molecular shieves. Artinya, molekul zeolit hanya bisa dilalui oleh partikel-partikel berukuran tertentu. Karena itulah proses pemurnian bio-ethanol dengan zeolit sintetis dinamakan juga proses molecular shieves. 

Referensi :

No comments:

Post a Comment