Bio-ethanol dengan kadar antara 95%
sampai 99.8%'Bioetanol berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar
kendaraan bermotor. Di Brazil saat ini sudah banyak kendaraan yang menggunakan
bahan bakar yang 100% ethanol. Hanya saja tingkat kemurnian yang disyaratkan
bagi ethanol untuk bisa dijadikan sebagai bahan bakar alternative adalah
tingkat kemurniannya yang harus mencapai 99.5%. Tingkat kemurnian pada angka
99.5% ini adalah persyaratan mutlak untuk menjadikan ethanol sebagai alternative
bahan bakar, karena jika berkadar di bawah 90%, mesin tidak bisa menyala karena
kandungan airnya yang terlampau tinggi. Etanol dengan kadar kemurnian 95% masih
layak dimanfaatkan sebagai bahan bakar motor. Hanya saja, dengan kadar
kemurnian itu maka perlu penambahan zat antikorosif pada tangki bahan bakar
agar tidak menimbulkan karat dan tentunya hal ini tidak effektif untuk
pemakaian dalam jangka waktu lama bagi kendaraan bermotor.
Proses pembuatan ethanol sebenar
sudah cukup familiar bagi masyarakat Indonesia, ethanol bisa diperoleh dari
proses fermentasi yang dilakukan terhadap tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh
subur diindonesia seperti, singkong, nanas, tebu, dan lain sebagainya, ethaonol
yang dihasilkan dri proses fermentasi tumbuh tumbuhan ini dinamakan Boi-ethanol.
Hanya saja Bio-ethanol yang banyak dihasilkan dari home industry kebanyakan
tingkat kemurniannya berkisar dibawah 95%. Oleh karenanya agar bisa
memanfaatkan Bio-ethanol agar bisa dijadikan sumber bahan bakar alternative adalah
dengan memurnikan bio-ethanol yang diperoleh dari hasil fermentasi tadi. Cara memurnikan
bio-ethanol bisa dilakukan dengan dua metode, yaitu metode dan metode kimia dan
metode fisika.
Proses pemurnian
bio-ethanol dengan metode kimia adalah dengan menggunakan batu gamping. Batu
gamping adalah batu yang terbuat dari pengendapan cangkang kerang dan siput,
foraminifera atau ganggang. Batu itu berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu
tua, cokelat, atau hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral
karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan kapur adalah aragonit. Ia
merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah
menjadi kalsit. Mineral lainnya siderit, ankarerit, dan magnesit, tapi
ketiganya berjumlah sangat sedikit. Batu gamping bersifat higroskopis, artinya mempunyai
kemampuan untuk menyerap air, karena itulah ia mampu mengurangi kadar air dalam
bio-etanol. Sebelum digunakan sebaiknya batu gamping yang akan digunakan
ditumbuk hingga menjadi tepung hal ini dimaksudkan agar penyerapan air bisa lebih
cepat. Perbandingannya untuk 7 liter bio-etanol diperlukan 2-3 kg batu gamping,
campuran itu didiamkan selama ± 24 jam sambil sesekali diaduk secara merata.
Selanjutnya, campuran diuapkan dan diembunkan sehingga menjadi cair kembali dengan
kadar kemurnian ethanol yang bisa mencapai lebih dari 99%. Bio-etanol inilah
yang nantinya bisa dicampur dengan bensin atau digunakan murni sebagai bahan
bakar alternatif. Walaupun prosesnya sangat mudah, tapi penggunaan batu gamping
memiliki beberapa kelemahan. Di antaranyaadalah jumlah ethanol yang hilang
sangat tinggi, mencapai 30%. Hal ini terjadi karena alkohol itu tidak dapat
keluar dan terikat pada pori-pori gamping. Akibatnya ethanol pun hilang
mencapai 30%. Motode pemurnian secara kimia sangat praktis diaplikasikan bagi
produsen bio-etanol skala rumahan, selain caranya sederhana, biayanya pun
relatif murah.
Alternatif lain dari upaya untuk proses pemurnian bio-ethanol yaitu dengan zeolit sintetis. Proses pemurnian itu menggunakan prinsip penyerapan
permukaan. Zeolit adalah mineral yang memiliki pori-pori berukuran sangat
kecil. Sampai saat ini ada lebih dari 150 jenis zeolit sintetis. Di alam,
zeolit terbentuk dari abu lahar dan materi letusan gunung berapi. Zeolit juga
bisa terbentuk dari materi dasar laut yang terkumpul selama ribuan tahun. Zeolit
sintetis berbeda dengan zeolit alam. Zeolit sintetis terbentuk setelah melalui
rangkaian proses kimia. Namun, baik zeolit sintetis maupun zeolit alam berbahan
dasar kelompok alumunium silikat yang terhidrasi logam alkali dan alkali tanah
(terutama Na dan Ca). Struktur zeolit berbentuk seperti sarang lebah dan
bersifat negatif. Sifat pori-porinya yang negatif bisa dinetralkan dengan
penambahan ion positif seperti sodium.
Kedua zeolit itu sama-sama memiliki
kemampuan menyerap air. Pada zeolit alam, air yang sudah terserap
perlahan-lahan dilepaskan kembali; zeolit sintetis, air akan terikat kuat.
Zeolit sintetis yang paling sederhana adalah zeolit A. Artinya, perbandingan
antara molekul silika, alumina, dan sodium adalah 1:1:1. 'Untuk pemurnian bio-etanol,
sebaiknya digunakan zeolit sintetis 3A, maksudnya zeolit yang berukuran 3
angstrom (1 angstrom = 1,0 x10-10 m). Dibandingkan zeolit alam dan
sintetis lainnya, zeolit sintetis 3A memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya
ruang terbuka pada pori-porinya mencapai 47% lebih banyak, memiliki kemampuan
untuk menukar molekul sodium, dan mampu mengikat air. Zeolit sintetis bisa
menyerap dan mengikat air karena partikel air lebih kecil daripada partikel ethanol.
Partikel air yang berukuran 3 angstrom akan dapat diserap zeolit. Sedangkan
partikel ethanol berukuran lebih besar (4.4 angstrom) tidak bisa diserap oleh zeolite
oleh karenanya ketika ethanol 95% dilewatkan pada sebuah tabung berisi zeolit, kadar
ethanol bisa meningkat karena kadar airnya diikat oleh zeolit. Proses itu
terjadi karena pori-pori zeolit bersifat molecular shieves. Artinya, molekul
zeolit hanya bisa dilalui oleh partikel-partikel berukuran tertentu. Karena
itulah proses pemurnian bio-ethanol dengan zeolit sintetis dinamakan juga
proses molecular shieves.
Referensi :
No comments:
Post a Comment