Saturday, September 7, 2013

Total Quality Management (TQM)

Pendahuluan

Total Quality Management (TQM) diterapkan sebagai suatu upaya prioritas untuk peningkatan dan pengendalian kualitas produk. Karena kualitas suatu produk berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) serta keuntungan industri. Dengan kualitas yang lebih tinggi akan menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, sekaligus mendukung harga yang lebih tinggi dan sering juga biaya lebih rendah.

7 New Quality Tools


7 New Quality Tools, atau sering disebut juga 7 management and planning (MP) tools, pertama kali  digagas pada tahun 1972 ketika sekelompok insinyur dan ilmuwan Jepang yang tergabung dalam JUSE (Union of Japanese Scientists and Engineers) melihat perlunya alat untuk memetakan permasalahan secara terstruktur pada tingkatan manajemen menengah ke atas sehingga membantu pengambilan keputusan dan kelancaran komunikasi team kerja di lapangan yang sering berhadapan dengan permasalahan yang terjadi karena  kompleksitas 7 Basic Quality Tools, seperti: check sheet, scatter diagram, fishbone diagram, pareto chart, flow charts, histogram, dan SPC. Mereka membentuk sebuah tim untuk meneliti dan mengembangkan alat-alat kendali kualitas baru, tidak  semua alat-alat tersebut baru, namun merekalah yang pertama mengumpulkan dan memperkenalkannya. Alat-alat kendali kualitas baru tersebut adalah:
  • Affinity diagram,
  • Interrelationship diagram,
  • Tree diagram,
  • Matrix diagram,
  • Matrix data analysis,
  • Arrow diagram atau activity network diagram, dan
  • PDPC (process decision program chart).


Karena alat-alat ini digunakan oleh tingkatan manajemen pada saat perencanaan, maka permasalahan yang dipecahkan lazimnya bersifat kualitatif menggunakan data verbal (karena belum ada data numerik) sehingga 7 New Quality Tools sering diklasifikasikan sebagai teknik-teknik kualitatif sebaliknya 7 Basic Quality Tools diklasifikasikan sebagai teknik-teknik kuantitatif.  Tentu saja pengklasifikasian ini tidak tepat karena fishbone diagram dan flowchart adalah teknik kualitatif sementara matrix data analysis adalah teknik kuantitatif. Gambar 1 di bawah ini memperlihatkan bagaimana pengklasifikasian 7 Basic Quality Tools  dan 7 New Quality Tools dalam teknik-teknik quality management.



Klasifikasi Teknik-Teknik Quality Management [4]


Nayatani, et al. (1994) menjelaskan hubungan antara 7 Basic Quality Tools    dan 7 New Quality Tools seperti dalam Gambar 2 di bawah ini.
Hubungan antara 7 Basic Quality Tools dan 7 New Quality Tools [5]

Sifat 7 Basic Quality Tools   adalah:
  • Mendefinisikan masalah setelah memperoleh data numerik.
  • Pendekatan analitis.
Sedangkan sifat 7 New Quality Tools  adalah:
  • Mendefinisikan masalah dengan data verbal (sebelum memperoleh data numerik).
  • Mengumpulkan ide dan memformulasikan rencana.
Gambar diagram Hubungan antara 7 Basic Quality Tools da 7 New Quality Tools memperlihatkan bagaimana keduanya saling melengkapi satu sama lain dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kualitas. Mengumpulkan fakta-fakta menjadi data. Dengan keduanya, orang-orang dapat memilih apakah mau menyediakan data dalam bentuk numerik atau lisan. Tujuan akhirnya adalah mendapatkan informasi. Bagaimana pun menurut Nayatani, et al. (1994), informasi itu penting karena tanpa informasi, kita tidak akan memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan (memecahkan masalah yang berhubungan dengan kualitas).
Seperti halnya 7 Basic Quality Tools, 7 New Quality Tools tetap mengacu kepada prinsip manajemen kualitas yaitu berbicara dengan fakta. Keduanya merupakan alat-alat yang mudah dipahami oleh orang-orang yang bekerja di  bidang engineering maupun di luar bidang engineering dan tanpa memerlukan pendidikan tinggi untuk menguasainya.


Berikut penjelasan singkat mengenai 7 New Quality Tools.

Affinity Diagram
Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah besar gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang bersifat data verbal melalui sesi curah pendapat (brainstorming), kemudian mengelompokkannya ke dalam kelompok-kelompok yang sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini diciptakan pada tahun 1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang, sehingga sering disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro). Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat (pinpointing) masalah dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan dapat menghasilkan strategi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, metode ini membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam organisasi. Affinity diagram selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk membuat sebuah fishbone diagram. Gambar 3 di bawah ini adalah contoh affinity diagram.

Affinity Diagram [6]

Interrelationship Diagram
Interrelationship diagram (diagram keterkaitan masalah) adalah alat untuk menganalisis hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah yang kompleks sehingga kita dapat dengan mudah membedakan persoalan apa yang merupakan driver (pemicu terjadinya masalah) dan persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari masalah). Gambar di bawah ini adalah contoh interrelationship diagram.

Interrelationship diagram [6]


Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci. Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan banyak batang dan cabang.

Tree Diagram  telah digunakan secara luas  dalam perencanaan, desain, dan pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika suatu perencanaan dibuat, yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-item yang dapat dikelola (manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan suatu masalah juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika risiko-risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree diagram lebih baik ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang  mana masalah tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat  ini hanya untuk masalah-masalah yang  dapat dipecahkan secara hirarkis. Gambar 5 di bawah ini adalah contoh interrelationship diagram.


Perhatian terhadap kualitas yang terbaik adalah bukan pada produk akhir. Hal ini penting agar produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak ada lagi pemborosan karena produk tersebut dibuang atau dikerjakan ulang. Maka sebaiknya perhatian terhadap kualitas harus dimulai pada saat awal pembangunan produk. Tahapan yang sangat penting dalam perencanaan awal pembuatan produk adalah pembuatan prototipe produk.
Prototipe produk adalah bentuk dasar dari sebuah produk merupakan tahapan yang sangat penting dalam rencana pembuatan produk karena menyangkut keunggulan produk yang akan menentukan kemajuan suatu usaha di masa mendatang. Dikatakan sebagai tahapan yang sangat penting karena prototipe dibuat untuk diserahkan pada pelanggan (lead-user) agar pelanggan dapat mencoba kinerja prototipe tersebut. Selanjutnya jika pelanggan memiliki komplain ataupun masukan mengenai protipe tersebut maka industri mendokumentasikannya untuk proses perbaikan prototipe tersebut. Sehingga menciptakan suatu sistem inovasi produk yang dibangun bersama-sama antara industri dan pelanggan sebagai upaya pemenuhan kepuasan pelanggan (customers).
Sebagai bentuk dasar produk, prototipe memiliki bagian yang ukuran dan bahan sama seperti jenis produk yang akan dibuat tetapi tidak harus difabrikasi dengan proses sebenarnya ditujukan untuk pengetesan untuk menentukan apakah produk bekerja sesuai desain yang diinginkan dan apakah produk memuaskan kebutuhan pelanggan. Prototipe seperti ini disebut alpha prototype ada juga yang disebut beta prototype yang dibuat dengan bagian yang disuplai oleh proses produksi sebenarnya, tetapi tidak rakit dengan proses akhir ditujukan untuk menjawab pertanyaan akan performance dan ketahanan uji untuk menemukan perubahan yang perlu pada produk final.
Berikut tahapan prototype:

Pendefinisian produk
Merupakan penerjemahan konsep teknikal yang berhubungan dengan kebutuhan dan perilaku konsumen kedalam bentuk perancangan termasuk aspek hukum produk dan aspek hukum yang melibatkan keamanan dan perlindungan terhadap konsumen.

Working model
Suatu model dibuat tidak harus mempresentasikan fungsi produk secara keseluruhan dan dibuat pada skala yang seperlunya saja untuk membuktikan konsep dari pembuatan produk dan menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan konsep yang telah dibuat. Working model juga dibangun untuk menguji parameter fungsional dan membantu perancangan prototipe rekayasa.

Prototipe rekayasa (engineering prototype)
Suatu prototype dibuat seperti halnya working model namun mengalami perubahan tingkat kompleksitas maupun superioritas dari working model, dibangun mencapai tingkat kualitas teknis tertentu agar dapat diteruskan menjadi prototipe produksi atau untuk dilanjutkan pada tahapan produksi. Biasanya prototipe rekayasa ini dibuat untuk keperluan pengujian kinerja operasional dan kebutuhan rancangan sistem produksi.

Prototipe produksi (production prototype)
Prototype produksi dibentuk dan dirancang dengan seluruh fungsi operasional untuk menentukan kebutuhan dan metode produksi dibangun pada skala sesungguhnya dan dapat menghasilkan data kinerja dan daya tahan produk dan part-nya.

Qualified production item
Qualified production item dibuat dalam skala penuh berfungsi secara penuh dan diproduksi pada tahap awal dalam jumlah kecil untuk memastikan produk memenuhi segala bentuk standar maupun peraturan yang diberlakukan terhadap produk tersebut biasanya untuk diuji-cobakan kepada umum. Untuk mematangkan produk yang hendak diproduksi secara komersil, maka produk perlu memasuki pasar untuk melihat ancaman-ancaman produk yang terjadi; misal: keamananan, regulasi, tanggung jawab, ketahanan dan kerusakan (wear-and-tear), pelanggaran, siklus break even dan polusi, dan konsekuensinya diperlukan peningkatan program pemasaran.

Model
Model merupakan alat peraga yang mirip produk yang akan dibangun (look-like-models). Secara jelas menggambarkan bentuk dan penampilan produk baik dengan skala yang diperbesar, 1:1, atau diperkecil untuk memastikan produk yang akan dibangun sesuai dengan lingkungan produk maupun lingkungan user.


Prototipe adalah bentuk efektif dalam mengkomunikasikan konsep produk namun jangan sampai menyerupai bentuk produk sebenarnya karena mengandung resiko responden akan menyamakannya dengan produk akhir.


Referensi :
  1. NREL. (2000). From invention to innovation. Golden, Colorado: National Renewable Energy Laboratory, U.S. Department Of Energy.
  2. Tahapan prototipe. (2004, Nopember 19). Republika, p. 4.
  3. Ulrich, K. T. & Eppinger, S. D. (1995). Product design and development. New York: Mc Graw-Hill.
  4. Dahlgaard, J. J., Kristensen, K., & Kanji G. K. (2002). Fundamentals of total quality management: Process analysis and improvement. Abingdon, Oxon: Taylor & Francis.
  5. Diaz, C. (2001). The new seven Q.C. tools: A training presentation on the N7 [PowerPoint slides]. Retrieved from http://www.freequality.org/documents/training/NewSevenTools%5B1%5D.ppt. 
  6. Kusnadi, E. (2012, January 5). Curah pendapat dengan affinity diagram: Metode Kawakita Jiro atau KJ method [Web log post]. Retrieved from http://eriskusnadi.wordpress.com/2012/01/05/affinity-diagram-kj-method/.



1 comment:

  1. It’s difficult to acquire knowledgeable people during this topic, however, you seem like do you know what you’re talking about! Thanks AMREP Vietnam

    ReplyDelete