Showing posts with label Total Productive Maintenance. Show all posts
Showing posts with label Total Productive Maintenance. Show all posts

Saturday, October 1, 2016

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

1.1  Pendahuluan
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh divisi produksi perusahaan manufaktur adalah bagaimana melaksanakan proses produksi seefisien dan seefektif mungkin tanpa adanya pemborosan waktu akibat kerusakan mesin. Oleh karenanya losses seperti pemborosan waktu, berkurangnya kecepatan produksi, dan faktor-faktor yang menghambat lainnya harus dikurangi atau diminimalkan. Untuk mengurangi masalah tersebut maka sebuah perusahaan perlu didukung oleh peralatan memadai dan tenaga kerja yang terampil untuk melakukan proses produksi. Terkait dengan hal teresbut diatas maka aktivitas perawatan terhadap mesin-mesin produksi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari aktifitas produksi (Kister & Hawkins, 2006).
Permasalahan umum yang terjadi pada mesin seperti mesin yang kotor, peralatan yang terbengkalai, mur dan baut hilang, oli yang belum diganti, kebocoran pada mesin, bunyi-bunyi yang tidak normal, getaran mesin yang berlebihan, filter yang belum diganti, dan lain-lain, merupakan faktor yang berpotensi menyebabkan terhentinya produksi karena kerusakan mesin (down time) yang pada akhirnya menyebabkan terhentinya proses produksi. Hal tersebut bagi banyak perusahaan yang belum menerapkan TPM menyerahkan urusan perawatan mesin-mesin produksi hanya kepada divisi mainteneance semata dan tidak adanya keterlibatan secara menyeluruh dari operator produksi dalam perawatan mesin, kurangnya standard perawatan mesin, kurangnya pelatihan kepada operator, kurang terampilnya operator dalam menjalankan perawatan, dan juga lingkungan kerja yang kurang memadai akan sangat berpotensi menyebabkan menurunya kinerja perusahaan (Campbell & Jardine, 2001).
Dengan semakin ketatnya persaingan, menuntut kalangan industry untuk melakukan effisiensi dan effektivitas yang menyeluruh disetiap lini produksi mereka. Oleh karena itu, untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan suatu sistem perawatan yang mampu mencakup kebutuhan dan kemampuan secara menyeluruh dan terstruktur dalam aktivitas perawatan. Total Productive Maintenance (TPM) merupakan salah satu metode yang mampu menjawab dan mengatasi permasalahan tersebut diatas.

1.2  Apa itu Total Productive Maintenance?
Filosofi pemeliharaan yang kemudian berkembang dan banyak diterapkan dalam perusahaan manufaktur dan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan adalah Total Productive Maintenance (TPM). Menurut Nakajima (1986) TPM adalah suatu program untuk pengembangan fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam suatu organisasi, yang melibatkan seluruh SDM-nya. Jika di implementasikan secara optimal dan menyeluruh, maka TPM secara dramatis akan mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas, dan menurunkan biaya. TPM merupakan pemeliharaan produktif yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan melalui aktivitas kelompok kecil yang terencana. TPM memungkinkan perusahaan untuk memiliki program pemeliharaan peralatan produksi sehingga proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Menurut Maggard dan Rhney (1992), dengan menerapkan TPM maka memungkinkan sebuah perusahaan untuk menemukan pemborosan yang timbul dan terjadi pada proses produksi. TPM dapat mengakomodasi tujuan dari suatu perusahaan sebab TPM merupakan pendekatan yang berpotensi dalam menyediakan integrasi antara proses produksi dengan pemeliharaan mutu melalui pengembangan kerja sama yang kuat pada seluruh level di suatu perusahaan.
TPM merupakan suatu program perawatan menyeluruh yang melibatkan seluruh pekerja melalui aktivitas kelompok kecil yang bertujuan untuk meningkatkan produktiftas serta pada waktu yang sama dapat meningkatkan kepuasan kerja dan moral karyawan. Total productive maintenance ini merupakan satu strategi yang berisikan (Nakajima, 1988 and Ahuja & Khamba, 2008)):
1.  Optimasi efektivitas dan kesiapan peralatan (equipment), kinerja dalam melakukan aktifitas produksi
2.  Strategi integrase pemeliharaan untuk menjaga performance dari semua peralatan yang ada di perusahaan.
3.  Strategi integrase pemeliharaan yang melibatkan semua departemen dalam melakukan aktivitas pemeliharaan (Maintenance).
4.  Strategi integrase pemeliharaan yang melibatkan semua individu secara terorganisir mulai dari manajemen teratas hingga ke tingkat pekerja (Operator).
5. Strategi integrase pemeliharaan dengan melakukan perawatan melalui aktivitas autoonomous maintenance yang dilakukan oleh grup-grup kecil ditingkat operator.
Keunggulan dalam aktivitas produksi khususnya manajemen perawatan/pemeliharaan akan memberikan dampak positif terhadap kinerja perusahaan melalui dua cara, yaitu dampak terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan. Dampak terhadap biaya produksi terjadi melalui proses pembuatan produk yang memiliki derajat konformasi yang tinggi terhadap standar-standar sehingga bebas dari tingkat kerusakan yang mungkin. Dengan demikian proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk berkualitas yang bebas dari kerusakan, dengan demikian dapat dihindarkan terjadinya pemborosan (waste) dan inefisiensi. Sehingga ongkos produksi per unit akan menjadi rendah yang pada gilirannya akan membuat harga produk menjadi kompetitif (Schonberger, 1982). Dampak terhadap peningkatan pendapatan terjadi melalui peningkatan penjualan atas produk berkualitas yang berharga kompetitif. Sedangkan sebuah perusahaan biasanya akan mencapai suatu keunggulan bersaing dalam tiga cara: dengan memberikan kualitas produk yang lebih baik, menawarkan suatu layanan pelanggan yang terbaik, dan menjadi penguasa harga dalam arti menjadi produsen dengan biaya yang rendah (Al Fatta, 2007).

Didalam penerapannya dilapangan, Total Productive Maintenance menjadikan 5R (5S) sebagai pondasi utamanya dan ditopang oleh 8 pilar utama. Pilar tersebut adalah (Nakajima, 1988):
Gambar 1: 5R dan 8 Pillar dalam penerapan TPM
1.3  Konsep 5R sebagai pondasi TPM
  Ringkas
1.     Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
2.     Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
3.     Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
4.     Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.
  Rapi
1.      Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
2. Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya, keseragaman, fungsi dan batas waktu penggunaannya.
3.      Pengaturan (pengendalian) visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan, teratur dan selalu pada tempatnya.
  Resik
1.      Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
2.      Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
3.      Meminimalisir sumber-sumber kotoran dan sampah.
4.      Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak.
  Rawat
1.      Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.
  Rajin
1.      Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.

1.4       Konsep 8 Pillar dalam penerapan TPM
1.       Autonomous Maintenance & Operator (= “Kobetsu Kaizen & Jishu Hozen”)
a.      Reset based level, yaitu mengimplementasikan kegiatan maintenance harian oleh Operator pada aktivitas pembersihan, inspeksi mesin, pelumasan mesin dan pengencangan sambungan (baut, klem.dll)
b.      Menerapkan Autonomous Maintenance & Operator di setiap working station.
2.       Planned Maintenance
a.       Menjamin mesin 100% siap untuk digunakan (reduce downtime & 100% readiness)
b.      Menjamin mesin 100% mendukung pencapaian mutu yang konsisten, jumlah produk yang sesuai dan ketepatan waktu bagi jawal pengiriman ke pelanggan
c.       Mengimplementasikan Preventive Maintenance Schedule dan Predictive Maintenance bagi kemudahan pelaksanaan perawatan dan tindakan pencegahan
d.      Reduce maintenance & variable cost
3.       Continous Improvement
a.       Mengukur pemborosan di Tempat kerja
b.   Mengeliminasi “MUDA” (Waste) untuk meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya produksi (To improve productivity & cost reduction)
c.       Meningkatkan efektifitas kerja dengan menerapkan 6S (Sort, Set in Order, Shine, Safety, Standardize & Sustain)
4.       Training & Skill Development dengan pengimplementasian Competencies Based Matrix
a.       Gaps Skill & Training Analysis
b.      Conduct training & awareness
c.       Verifikasi efektivitas terhadap kepatuhan penerapan
d.      People and Skill Matrix
5.       Early Equipment & Process Management
a.       Periksa spesifikasi alat dan data teknis
b.      Pelajari kelemahan dan kekurangan sebagai langkah perbaikan (Life cycle costing)
c.       Penerapan perbaikan design pada mesin terpasang dan kemungkinan investasi mendatang pada: Kemudahan dalam pembuatan mesin/alat kerja, Kemudahan instalasi, Kemudahan proses,Kemudahan dalam pengendalian proses dan mutu produk dan Jaminan hasil produksi yang bermutu konsisten
6.       Quality Maintenance System “Hinshitsu Hozen”
a.    Melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kerusakan atas mutu dan control performa mesin
b.      Focus pada kegiatan Quality Source and Quality Assurance
c.       Penerapan Sistem Preventive Maintenance yang efektif dalam ketepatan waktu dan biaya
d.      Mengimplementasikan pedeteksi kesalahan dini (Poka Yoke, Mistake Proofing)
7.       TPM office to support TPM Program (Office, Sales, Marketing, Finance/Accounting, IT and Administration)
a.       Seluruh department yang mendukung proses produksi, penyerahan produk dan pelayanan pelanggan berpartisipasi aktif dalam kegiatan TPM untuk meningkatkan efektifitas kinerja binis
b.     Meningkatkan kecepatan, efektifitas dan kesederhanaan sehingga bisnis proses menjadi lebih ringkas dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan
8.       Health Safety Environment Management System
a.  Operasi bisnis yang berbasis kuat pada dukungan kegiatan Keselamatan kerja dan lingkungan
b.   Pelatihan dan implementasi pada seluruh aspek bisnis proses untuk mencapai Zero Accident and Zero Pollution
c.       Tunduk dan mematuhi secara terhadap peraturan Pemerintah dan persyaratan Pelanggan untuk mengimplementasikan kebijakan HSE.


Referensi:
  1. Davis, R., 1996,” Making TPM a part of factory life”’ Works Management, Vol.49, part 7, pp.16-17.
  2. Ireland, F.and Dale, B.G., 2001, “A study of total productive maintenance implementation”, Journal of Quality in Maintanance Engineering, Vol 7, pp.183-191.
  3. Lycke, Liselott., 2003,” Team development when implementing TPM”, Total Quality Management, Vol.14, No.2, pp.205-213.
  4. Mckellen, Chris.,2005,” Overall Equipment Effectiveness”, Production Management.
  5. Maggard, B., and Rhyne, d.m., 1992, “Total productive maintanance: a timely integration of production and maintanance”, Production and Inventory Management Journal, Quarter 4, pp.6-10.
  6. Nakajima, S., 1986, “TPM – a challenge to the improvement of productivity by small group activities”, Maintenance management International, Edition No.6, pp.73 -83.
  7. Nakajima, S., 1988, Introduction to Total Productive Maintenance, Productivity Press, Cambridge, MA.
  8. Nakajima, S., 1989, “TPM Development Programme: Implementing Total Productive Maintenance, Productivity Press, Cambridge, MA.











Tuesday, October 1, 2013

Reliability Centered Maintenance


Mesin-mesin dan peralatan yang dioperasikan di industri saat ini cenderung semakin kompleks dan membutuhkan modal besar baik untuk investasi awal maupun untuk biaya operasional. Untuk itu, strategi dan kebijakan pemeliharaan diperlukan agar semua peralatan yang beroperasi di dalam sistem tidak mengalami kegagalan dalam pengoperasiannya. Upaya mengoptimalkan pemeliharaan telah banyak dilakukan, kesemuanya bertujuan untuk menjaga keandalan (reliability) dan ketersediaan (availability) sistem. Oleh sebab itu saat ini teknik pemeliharaan lebih banyak dikonsentrasikan pada pemeliharaan pencegahan (preventive) untuk menghindari kerusakan yang lebih serius.
Faktor utama yang menyebabkan pentingnya manajemen pemeliharaan di industri saat ini adalah meningkatnya mekanisasi dan otomasi dalam kebanyakan proses. Konsekuensinya adalah berkurangnya kebutuhan operator tetapi meningkatnya kebutuhan tenaga pemeliharaan.
Menurut Dhilon (2002), fungsi-fungsi dari departemen pemeliharaan dan organisasi adalah dalam hal:
  • Perencanaan dan perbaikan peralatan/fasilitas pada standar-standar yang ditetapkan
  • Pelaksanakan pemeliharaan preventif; khususnya, pengembangan dan penerapan program kerja yang terjadwal untuk tujuan menjaga peralatan/fasilitas beroperasi secara memuaskan
  • Persiapkan anggaran biaya yang realistis terhadap personil pemeliharaan dan kebtuhan material
  • Pengaturan logistik untuk menjamin ketersediaan komponen/material yang diperlukan untuk tugas-tugas pemeliharaan
  • Pemeliharaan pencatatan peralatan, servis dan lain-lain
  • Pengembangan pendekatan-pendekatan yang efektif untuk memonitor kegiatankegiatan staf pemeliharaan
  • Pengembangan teknik-teknik yang efektif untuk mengontrol tenaga operasi, tingkat manajer, dan kelompok-kelompok lainnya yang sadar akan aktifitas pemeliharaan
  • Pelatihan terhadap staf pemeliharaan dan karyawan lainnya untuk meningkatkan keterampilan mereka dan kinerja yang efektif
  • Peninjauan ulang rencana-rencana terhadap fasilitas, instalasi dan peralatan baru.
  • Penerapan metoda-metoda untuk meningkatkan keamanan/keselamatan ditempat kerja dan pengembangan pendidikan keamanan/keselamatan yang berhubungan dengan program-program staf pemeliharaan.
  • Strategi Pemeliharaan (Maintenance Strategies)

Strategi pemeliharaan adalah teknik/metoda yang digunakan untuk mencapai tingkat keandalan dan ketersediaan sistem yang tinggi dengan biaya operasional yangminimal. Maka strategi pemeliharaan sangatlah penting bagi suatu perusahaan untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan, karena kegiatan pemeliharaan secara proposional mempunyai konsekuensi terhadap biaya keseluruhan operasi.

Menurut Smith (2001), elemen-elemen strategi pemeliharaan meliputi:
  • Organisasi sumber daya pemeliharaan (Organization of maintenance resources)
  • Prosedur pemeliharaan (Maintenance procedures )
  • Peralatan dan alat-alat uji (Tools and test equipent)
  • Seleksi karyawan, pelatihan dan motivasi (Personnel selecting, training and motivation)
  • Manual dan petunjuk pemeliharaan (Maintenance instructions and manuals)
  • Penyediaan suku cadang (Spares provisioning)
  • Logistik (Logistics)

Elemen-elemen pemeliharaan tersebut biasanya dibagi kedalam tiga grup tugas pemeliharaan, yaitu; pemeliharaan korektif (corrective), pemeliharaan rutin (preventive) dan perbaikan tahunan (overhaul). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan suatu Industri manufaktur  menurut Paul.D (1989) terdiri atas:
Keterkaitan antar elemen-elemen yang berhubungan dengan strategi pemeliharaan dalam menunjang proses produksi (manufacturing operation) dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1. Kebijakan yang diambil dalam strategi pemeliharaan untuk pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan (maintenance & repair) adalah berdasarkan analisis keandalan, ketersediaan dan laju kegagalan mesin.
Gambar 1

Pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan ditunjang oleh beberapa elemen lain seperti peralatan kerja, peralatan uji, penyediaan komponen, tenaga kerja dan kondisi lingkungan seperti keselamatan dan keamanan kerja. Proses produksi dan hasil produksi hendaknya diukur dan dievaluasi secara periodik untuk mengetahui kinerja mesin sehingga dapat dianalisa untuk pengambilan keputusan berikutnya.

Salah satu strategi pemeliharaan telah dikembangkan oleh Barabady (2005), yang membagi kegiatan pemeliharaan menjadi tiga, yaitu; pemeliharaan dengan modifikasi disain (Design-out Maintenance), perawatan pencegahan (Preventive Maintenance), dan perawatan korektif (Coorective Maintenance), seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2

Design-out maintenance berupa modifikasi disain dari sistem, membuang atau mengurangi sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan selama beroperasi. Preventive maintenance dapat dianggap sebagai pemeliharaan dengan interval yang sudah ditentukan untuk mengurangi kemungkinan kegagalan komponen. Ini berarti bahwa pemeliharaan dilakukan sebelum suatu kerusakan meningkat. Pemeliharaan preventif dapat dibagi; time-based preventive maintenance (T.B.M) dan condition-based maintenance(C.B.M). Time-based preventive maintenance terutama dilakukan untukkomponen-komponen yang tidak bisa diperbaiki. Condition-based preventive maintenance, juga disebut pemeliharaan prediktif diterapkan pada komponenkomponen dimana kegagalan terjadi secara insidentil. Hal ini memerlukan periode inspeksi yang optimal untuk meningkatkan keandalan mesin/peralatan berdasarkan informasi statistik keandalan. Pemeliharaan korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadi kegagalan untuk mengembalikan ke kondisi siap pakai.
Gambar 3


Gambar 4

Untuk menerapkan strategi pemeliharaan ini Barabady (2005) membuat suatu detail pengambilan keputusan berdasarkan analisis keandalan seperti gambar 3. Pemeliharaan dengan waktu yang tetap (Fixed Time Maintenance/F.T.M) digunakan jika laju kegagalan konstan (β = 1). Jika laju kegagalan meningkat (β >1) dan biaya pemeliharaan preventif yang diharapkan (Expected Cost of Preventive Maintenance/ECP) lebih kecil dari biaya pemeliharaan korektif (Expected Cost of Corrective Maintenance/ECC), maka digunakan pemeliharan preventive, tetapi jika tidak maka digunakan pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance/C.M). Pemeliharaan preventif bisa dilaksanakan dengan Condition Based Maintenance (C.B.M) jika biaya pelaksanaannya efektif, tetapi jika tidak efektif maka dilakukan Time Based Maintenance (T.B.M).

Strategi pemeliharaan menurut Smith (2001) yaitu Quantitative Reliability Centered Maintenance (QRCM) yang meliputi perhitungan terhadap keseimbangan biaya pemeliharaan yang berlebihan karena ketidak tersediaan yang timbul akibat pemeliharaan yang tidak efisien. Langkah pertama dalam perencanaan strategi QRCM adalah mengidentifikasi komponen-komponen kritis yang berpengaruh besar terhadap kegagalam mesin/peralatan. Langkah kedua adalah mendapatkan data-data spesifik kegagalan seperti laju kegagalan, waktu antar kerusakan, dan lama perbaikan. Dari karakteristik kegagalan ini dilakukan analisis keandalan dan ketersediaan untuk menentukan jenis pemeliharaan yang tepat digunakan. Dengan cara ini biaya-biaya yang berhubungan dengan perubahan interval pemeliharaan, penyediaan suku cadang dan waktu penggantian preventif dapat dibandingkan dengan penghematan biaya yang dicapai.
Perhitungan yang digunakan untuk mengambil keputusan menurut Smith adalah:
Penggantian komponen optimum (Optimum Replacement)
Penyediaan suku cadang optimum (Optimum spares holding)
Uji ketahanan interval optimum (Optimum proof-test intervals)
Monitoring kondisi (Condition monitoring)

Penerapan Strategi Pemeliharaan

Untuk melaksanakan strategi pemeliharaan yang efektif, saat ini banyak diterapkan sistem pemeliharaan secara periodik (preventive maintenance). Keuntungan melakukan pemeriksaan dan perbaikan secara periodik dan pada saat yang tepat pada semua mesin-mesin/peralatan adalah, dapat diramalkannya total perbaikan pada seluruh sistim pabrik oleh para insinyur pemeliharaan. Dalam hal ini perbaikan dilakukan segera sebelum terjadi kerusakan yang lebih fatal. Biaya perbaikan dan lamanya mesin/equipmen tidak beroperasi dapat diminimalkan, dibandingkan dengan perbaikan mesin yang sama tetapi dilakukan setelah mesin itu rusak total. Hal-hal penting dalam penerapan strategi pemeliharaan menurut Alfian (2004) adalah:
  • Frekuensi kerusakan dan pengeluaran biaya untuk perbaikan termasuk upah.
  • Item-item yang dipilih harus benar-benar penting dan dapat berakibat fatal untuk keseluruhan pabrik tersebut.
  • Penaksiran biaya-biaya pemeliharaan.
  • Melakukan pekerjaan sebanyak mungkin pada saat pembongkaran pabrik tahunan (overhaul) dan efektifitas kerja dari para mekanik harus tinggi selama dilakukannya pembongkaran pabrik tahunan tersebut.
  • Meramalkan kerusakan-kerusakan yang akan terjadi.
  • Data yang dikumpul dari pabrik secara harian, periodik, tahunan merupakan dasar informasi untuk sistim pemeliharaan yang baik.
  • Pengawasan pekerjaan pemeliharaan harus merupakan suatu pekerjaan yang terintegrasi

Untuk itu perlu dibuat suatu jadwal pemeliharaan untuk setiap mesin dan komponen. Penentuan interval pemeliharaan yang optimum adalah berdasarkan perhitungan dan analisis keandalan, ketersediaan, dan biaya-biaya yang menyertai keseluruhan kegiatan pemeliharaan. Interval pemeliharaan optimum inilah yang dimasukkan kedalam prosedur pemeliharaan terencana menurut Corder (1992) seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5
Dari diagram pada Gambar 5 terlihat bahwa yang diperlukan adalah:
  • Jenis mesin dan komponen yang kritis untuk dirawat
  • Jadwal penggantian optimum tiap komponen
  • Jumlah komponen yang disediakan
  • Prosedur opersional standar (SOP)
  • Jumlah tenaga kerja yang diperlukan.


Keandalan (Reliability)

Keandalan dapat didefinisikan sebagai probabilitas suatu sistem dapat berfungsi dengan baik untuk melakukan tugas pada kondisi tertentu dan dalam selang waktu tertentu pula. Sistem reliability, availability dan maintainability (RAM) akhirakhir ini sudah dianggap sangat signifikan terhadap lingkungan yang berkompetisi dan keseluruhan biaya operasi/biaya produksi.



Monday, September 9, 2013

5S (Bahasa Indonesia)

5S
5S adalah pondasi bagi TPM, oleh karenanya dasar keberhasilan penerapan TPM adalah berlangsungnya aktivitas 5S secara menyeluruh dan berkesinambungan. Bagi anda yang pernah berinteraksi dengan dunia industri tentunya tidak asing dengan istilah 5S. Perusahaan yang menerapkan program 5S akan terlihat bersih dan teratur.  Kondisi lingkungan kerja yang semrawut dan berantakan akan menyembunyikan masalah. Oleh karenanya program 5S dipandang sebagai usaha untuk memunculkan masalah yang selama ini tersembunyi  dari para pemecah masalah (problem solver). Saat ini, program 5S telah banyak diadopsi oleh berbagai industri di berbagai negara. Popularitas 5S ini tak lepas dari kesuksesan industri Jepang yang selama ini memusatkan  perhatiannya terhadap pengurangan segala  pemborosan (waste). 5S adalah landasan untuk membentuk perilaku manusia agar memiliki kebiasaan (habit) mengurangi pembororsan di tempat kerjanya.
Program 5S pertama kali diperkenalkan di Jepang sebagai suatu gerakan kebulatan tekad untuk mengadakan pemilahan (seiri), penataan (seiton), pembersihan (seiso), penjagaan kondisi yang mantap (seiketsu), dan penyadaran diri akan kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik (shitsuke). Masing-masing S dalam 5S beserta penjelasannya dijelaskan di bawah ini.

Tabel 1: Padanan 5S dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

1S-Seiri (Sorting): Ringkas
Seiri merupakan langkah awal implementasi 5S, yaitu: pemilahan barang yang berguna dan tidak berguna:
Simpan "Barang yang berguna"
Buang "Barang yang tidak berguna"
Dalam langkah awal ini dikenal istilah Red Tag Strategy,  yaitu menandai barang-barang yang sudah tidak berguna dengan label merah (red tag) agar mudah dibedakan dengan barang-barang yang masih berguna. Barang-barang dengan label merah kemudian disingkirkan dari tempat kerja. Semakin ramping (lean) tempat kerja dari barang-barang yang tidak dibutuhkan, maka akan semakin efisien tempat kerja tersebut.
       
      Contoh penerapan Seiri (Sorting): Ringkas

Figure 1: Sorting

2S-Seiton
Seiton adalah langkah kedua setelah pemilahan, yaitu: penataan barang yang berguna agara mudah dicari, dan aman, serta diberi indikasi.
Dalam langkah kedua ini dikenal istilah Signboard Strategy, yaitu menempatkan barang-barang berguna secara rapih dan teratur kemudian diberikan indikasi atau penjelasan tentang tempat, nama barang, dan berapa banyak barang tersebut agar pada saat akan digunakan barang tersebut mudah dan cepat diakses. Signboard strategy mengurangi pemborosan dalam bentuk gerakan mondar-mandir mencari barang.

3S-Seiso
Seiso adalah langkah ketiga setelah penataan, yaitu: pembersihan barang yang telah ditata dengan rapih agar tidak kotor, termasuk tempat kerja dan lingkungan serta mesin, baik mesin yang breakdown maupun dalam rangka program preventive maintenance (PM).
Sebisa mungkin tempat kerja dibuat bersih dan bersinar seperti ruang pameran agar lingkungan kerja sehat dan nyaman sehingga mencegah motivasi kerja yang turun akibat tempat kerja yang kotor dan berantakan.

4S-Seiketsu
Seiketsu adalah langkah selanjutnya setelah seiri, seiton, dan seiso, yaitu: penjagaan lingkungan kerja yang sudah rapi dan bersih menjadi suatu standar kerja. Keadaan yang telah dicapai dalam proses seiri, seiton, dan seiso harus distandarisasi. Standar-standar ini harus mudah dipahami, diimplementasikan ke seluruh anggota organisasi, dan diperiksa secara teratur dan berkala.

5S-Shitsuke
Shitsuke adalah langkah terakhir, yaitu penyadaran diri akan etika kerja:
                Disiplin terhadap standar
                Saling menghormati
                Malu melakukan pelanggaran
                Senang melakukan perbaikan
Suksesnya 5S terletak pada sejauhmana orang melakukan 5S sebagai suatu kebiasaan (habit) bukan paksaan sehingga inisiatif perbaikan akan muncul dengan sendirinya. Di bawah ini saya telah merangkum hal-hal penting untuk pelaksanaan program 5S berdasarkan beberapa literatur dan juga perspektif pribadi saat menyaksikan langsung aktivitas 5S di tempat kerja.
  • Membutuhkan keterlibatan/partisipasi semua orang dalam organisasi dari level atas sampai level bawah.
  • Membutuhkan komitmen manajemen untuk memastikan kegiatan 5S dilakukan setiap hari dan dianggap sebagai prioritas.
  • Merubah perspektif semua orang dalam organisasi bahwa 5S lebih dari sekedar program kebersihan maupun housekeeping management.
  • Menerapkan 5S secara konsisten untuk perubahan budaya.
  • Menggunakan sistem visual display untuk mengkomunikasikan  aktivitas 5S secara efektif.
  • Melakukan audit 5S secara teratur (mingguan, bulanan, dan surprise audit) untuk menilai performance.
  • Membutuhkan edukasi tentang konsep  dan keuntungan aktivitas 5S.
  • Sebagai penutup saya mau mengutip salah satu paragraf dari artikel yang disusun Utomo (2011) [1].
5S tidak sulit untuk dipahami, tapi 5S sangat sulit untuk dilaksanakan dengan benar. 5S memerlukan kegigihan, kebulatan tekad, dan memerlukan usaha yang terus menerus. 5S mungkin tidak akan memberikan hasil yang dramatis. Namun 5S membuat pekerjaan lebih mudah. 5S akan mengurangi pemborosan waktu kerja kita. 5S akan membuat kita bangga atas pekerjaan kita. 5S akan meningkatkan produktifitas kerja dan mutu yang lebih baik, sedikit demi sidikit, namun terus menerus.


Referensi :
  1. Utomo, A.C. (2011). Sejarah Singkat 5-S. Retrieved from http://www.scribd.com/doc/51971011/sejarah-singkat-5-S